Ya Allah, berilah petunjuk dan rahmat untuk para pemimpin kami, selamatkanlah kami dari fitan, ampunanilah kami & mereka

Jumat, 28 Desember 2012

MUSIBAH-BENCANA, DAN SOLUSINYA


MENGAPA MUSIBAH DAN BENCANA INI DATANG SILIH BERGANTI MENERPA ?

Dan apa saja musibah yang menimpa kalian, maka hal itu disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).  (Asy-Syura:30)


Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, sehingga Allah hendak merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).     (Ar-Rum:41)


Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? (Al-A’raf:97)


Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bersenang-senang? (Al-A’raf:98)


Dan begitulah adzab Tuhanmu, apabila Dia mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya adzab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.(Hud:102)

INILAH SOLUSINYA

Bagaimana mungkin  Allah akan menyiksa kalian, jika kalian  bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha menerima syukur  lagi Maha Mengetahui.         (An-Nisa:147)


Dan Allah sekali-kali tidak akan mengadzab mereka, selama kamu(Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengadzab mereka, selama mereka meminta ampun. (Al-Anfal:33)


Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatan mereka sendiri.(Al-A’raf:96)

Rabu, 28 November 2012

Berteladan Rendah Hati dari Ulama Rabbani

"...saya akan keluar untuk mendorong."



     Suatu ketika Asy-Syaikh Al-Utsaimin naik sebuah mobil tua milik salah seorang kawan beliau yang mudah mogok. Di tengah perjalanan, mobil itu pun mogok. Berkatalah Asy-Syaikh kepada sopir,"Tetaplah anda di tempat, biar saya yang keluar untuk mendorong."

     ASy-Syaikh keluar dari mobil dan mendorong seorang diri hingga mobil itu berjalan lagi. Peristiwa ini merupakan gambaran betapa beliau sangat rendah hati.


(Al-Jami' lihayat Al-Allamah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal 42, Untaian Mutiara Kehidupan Ulama Ahlussunnah, hal107)

Minggu, 18 November 2012

BELAJAR BERJIWA BESAR & CERDAS DARI ORANG BESAR



Dari Abu Ya'qub al -Madani ia mengkisahkan, "Bahwa pernah ada persoalan antara Hasan bin Hasan dengan Ali bi Husain. Hasan bin Hasan mendatangi Ali bin Husain yang kala itu sedang bersama teman-temannya di masjid. Ia mengungkapkan segala hal yang ia pandang kepadanya. Sementara Ali sendiri hanya terdiam. Maka Hasan pun pergi, dan pada malam harinya Ali mendatangi Hasan di rumahnya. Ia mengetuk pintu rumah Hasan. Setelah Hasan keluar, Ali berkata,'Wahai saudaraku, kalau apa yang engkau katakan kepadaku benar adanya, semoga Allah mengampuniku, namun jika tidak benar, semoga Allah mengampunimu. Assalamu'alaikum'. Setelah itu ia berlalu". 
Perawi menyebutkan, "Setelah itu Hasan mengikutinya dan memeluknya dari belakang sambil menangis terseguk-seguk. Kemudian ia berkata,'Sudah selesai masalahnya. Aku tidak akan melakukan lagi hal-hal yang tidak engkau senangi.' Ali membalas,'Engkau juga sudah kumaafkan atas apa yang engkau katakan keapadaku."

 (Sifatushshafwah, 2/94, Belajar Etika dari Generasi Salaf hal 151-152)

=============================================

Yunus as-Shadafi pernah menyatakan,"Aku tidak pernah mendapatka orang yang lebih jenius daripada Imam Syafi'i. Suatu hari aku berdiskusi dengan beliau tentang suatu persoalan. Namun kami tidak menemukan titik temu. Beliau lalu menemuiku lagi dan menggandeng tanganku seraya berkata,'Wahai Abu Musa (kunyah dari Yunus as-Shadafi), apakah tidak sepantasnya bagi kita untuk tetap bersaudara, meskipun kita tidak menemukan titik temu di antara kita dalam satu masalah?"


(Siyar A'laminnubala, 10/16, Belajar Etika dari Generasi Salaf hal 153-154)


Minggu, 29 Juli 2012

Berteladan dari Ulama Rabbani dalam Berprinsip


“Inilah Jalan yang Saya Tempuh Ketika Berhadapan dengan Raja maupun Selainnya”

Asy-Syaikh Abdullah bin Shalih Al-‘Ubailan menceritakan:
Suatu ketika dalam sebuah pertemuan yang cukup besar, saya mengajukan pertanyaan kepada Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz,
“Ada beberapa ulama yang memilki pandangan/pendapat yang berbeda dengan anda, namun mereka semua tetap mencintai anda. Kami ingin tahu apa yang menyebabkan hal itu, mengapa anda mendapat karunia dari Allah berupa sesuatu yang menyebabkan tumbuhnya perasaan cinta di hati mereka kepada anda?”
Maka beliau-rahimahullah- menjawab:
“Aku tidak mengetahui apapun, kecuali bahwa-alhamdulillah-, ketika saya mengetahui kebenaran sejak muda, maka saya merasa terpanggil untuk memeganginya. Saya berusaha untuk bersabar atas apa yang menimpa saya sebagai konsekwensi dari prinsip saya itu. Saya tidak akan membenci siapapun, dan tidak pula memuji siapapun (dari kalangan makhluk) atas apa yang menimpaku/saya peroleh. Jika ia (kebenaran itu)diterima, maka pujian itu hanya milik Allah. Begitu pula sebaliknya, bila ditolak, maka pujian pun tetap milik Aallah. Inilah jalan yang saya pegangi semampu saya, baik dalam ucapan maupun tulisan. Siapa yang menghendaki untuk menerima, maka ia akan menerimanya, dan siapa yang menghendaki untuk menolak, maka ia akan menolaknya. Selama saya di atas kebenaran, maka selama itu pula saya akan menyuarakannya.
Bagi pihak-pihak yang memiliki pandangan berbeda dengan saya, maka saya katakana, bagi mereka ijtihad mereka. Allah akan memberi balasan dua pahala bila ijtihadnya benar, dan akan memberi satu pahala bila ijtihadnya salah. Maka saya tidak tahu alasan lain, kecuali hal ini-yakni saya menyeru kepada kebenaran sesuai dengan kemampuan saya, Alhamdulillah-. Dan saya berusaha untuk menyampaikannya secara lisan maupun tindakan. Saya tidak pernah memvonis dan tidak pula membuat sakit hati (menyinggung perasaan).Bila saya telah menyampaikannya, maka saya berdoa kepada Allah, semoga Dia memberikan kemudahan dan petunjuk kepadanya. Inilah jalan yang saya tempuh ketika berhadapan dengan raja maupun selainnya.”

(Mawaqif Madhiyah fi Hayat Al-Imam Abdul Aziz bin Baz, hal 25. Lihat Untaian Mutiara Kehidupan Ulama Ahlussunnah hal 33-34)
-->